PEMBENARAN,
PENGUDUSAN DAN KESEMPURNAAN
Tema
Pembenaran dalam teologi Paulus ini dikembangkan terutama dalam surat roma dan
Galatia. Kata yunani “dikaioun” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
membenarkan. Kata “membenarkan” mempunyai tujuh arti:
a. Meluruskan;
melancangkan
b. Membetulkan;
memperbaiki
c. Mengatakan
(menyatakan, menganggap) benar (tidak salah, sah dsb.)
d. Mengiakan;
mennyuguhkan; mengakui
e. Menyetujui;
menganggap (menerima) baik
f. Mengijinkan;
meluruskan
g. Memperbenar,
mengatakan yang sesungguhnya.
Yang
paling tepat disini ialah dengan arti yang ketiga : menyatakan benar. Dalam konsep yahudi “membenarkan” dihubungkan
dengan tindakan manusia. Karena kata “membenarkan” adalah sebuah istilah dari
dunia pengadilan: yang dinyatakan benar
orang tingkah laku yang baik.
1.PEMBENARAN
A.Karakter
Eskatologis dari Pembenaran
Pembenaran
oleh iman tidak bisa dipisahkan dari eskatologis-Kristologis. Karena ketika
pembenaran di geser kebelakang maka akan terdapat penekanan apa yang kelak
dikenal sebagai arus utama etis-mistis. Dalam Roma 3:21, “tetapi sekarang”,
berbicara tentang waktu keselamatan yang dimulai oleh kedatangan Kristus. Yang
paling menonjol disini ialah “penyataan Kebenaran Allah”. Yang ditekankan
disini ialah apa yang telah Allah tetapkan bagikegenapan waktu. Dan ini juga
berarti bahwa Allah telah menyatakan diri sebagai Dia yang benar , atau
menyatakan diri dalam kebenaran-Nya. Tetapi juga mempunyai pengertian bahwa
“kebenaran” disini merupakan kualitas manusia, bukan ilahi dan kebenaran
“Allah” menjelaskan bahwa kebenaran itu akan memampukan manusia berdiri
dihadapan Allah (Rm. 2:13) dan bebas dari penghakiman. Dalam yudaisme, konsep
keadilan terkait dengan keputusan dalam penghakiman ilahi. Dan dalam konsep
yudaisme juga esensi pembenaran ilahi baru akan terjadi di masa depan, yaitu dalam
penghakiman sorgawi, dan seluruh kehidupan merupakan persiapan bagi masa depan.
Dan bagi Paulus, kebenaran ini telah direalisasikan di dalam Kristus. Kebenaran
itu telah digenapi dan berada dalam kepastian iman dan kepastian dari keselamatan.
B. Kebenaran
Allah Di Dalam Kristus
Pembenaran
yang dilakukan oleh Allah di dasari oleh kematian Kristus (Rm. 3:21-31). Dimana Allah telah menentukan Kristus sebagai
pendamai dan ini menunjukkan keadalian Allah dalam kematian Kristus. Penghakiman
ilahi dan dosa dunia telah di timpakan kepada Kristus,. Ini menunjukkan bahwa
di dalam Kristus, Allah menyatakan diri-Nya benar di hadapan dunia, dan supaya
mereka yang percaya kepada Yesus dapat berdiri di dalam penghakiman Allah. Dalam
Roma 5:18-19 juga memberikan kontribusi mengenai tindakan kebenaran Kristus yang
memimpin kepada pembenaran dan membandingkannya dengan satu dosa adam yang
memimpin kepada penghukuman(ini adalah antitype). Dan disini dapat dilihat
bahwa kematian Karena kerelaan dan ketaatan Kristus.
C.Kebenaran
melalui Iman, Tanpa Hukum Taurat
Konsep
pembenaran pada yahudi sangat berbeda dengan konsep yang diajarkan Paulus.
Paulus mengajarkan bahwa kebenaran itu datang melalui iman. Iman sebagai
syarat, sebagai alat atau cara untuk membenarkan kita orang yang berdosa supaya
dinyatakan benar oleh Kematian Kristus. Dimana Allah melihat Kristus sebagai
penanggung dosa, dan bukan orang percaya lagi. Pada konsep yahudi, mereka
sangat berpusat kepada Kebenaran oleh Hukum Taurat. Ketika mereka memberikan
suatu ketaatan kepada Hukum Taurat, maka mereka akan mengira bahwa mereka akan
diselamatkan, mereka akan beroleh hak istimewa karena mereka memiliki Hukum
taurat sebagai sarana kebenaran dan hidup kekal. Bagi orang yahudi, kebenaran
itu datang melalui Hukum Taurat. Karena bagi orang yahudi Hukum Taurat itu
merupakan “substansi kehidupan” yang sejati. Taurat menjadi posisi mereka
dihadapan Allah. Jika mereka taat kepada Taurat, maka mereka akan berada dalam
kehendak Bapa, tetapi jika mereka melanggar , maka mereka akan di dalam api
kekal. Jadi, pembenaran orang yahudi tergantung kepada apa yang dapat manusia lakukan,
bukan kepada apa yang telah Allah lakukan melalui Anak-Nya. Dalam konsep
Paulus, kebenaran oleh iman itu adalah kebenaran yang secara Cuma-cuma diberikan
Allah kepada manusia. Iman disini berperan sebagai sarana atau penengah untuk
menunjuk kepada objek iman yang menjadi dasar pembenaran.hukum iman berlawanan dengan
hukum perbuatan karena hukum iman mewakili prinsip dan tatanan yang tidak
memberi tempat pada kemegahan manusia (Rm. 3:27).
D.Pembenaran
Orang Durhaka
Dasar
dari doktrim pembenaran orang durhaka ini terdapat dalam Roma 4:5, yaitu tentang pembenaran
orang durhaka dan tentang iman yang diperhitungkan sebagai kebenaran.
Pembenaran orang durhaka berkenaan dengan manusia sebagai orang berdosa dan
bukan dengan perubahan batin yang ia
jalani setelah bertobat. Pembenaran orang durhaka adalah pembenaran “di dalam
Kristus”, tidak hanya didasarkan pada kematian-Nya, tetapi juga dikarenakan
inklusi korporat umat Kristus di dalam Dia. Dalam kasus Abraham pada kejadian
15:6, “iman Abraham diperhitungkan sebagai kebenaran”. Jika iman diperhitungkan
sebagai kebenaran , maka kebenaran tidak bisa di dasarkan pada apa yang telah
atau manusia lakukan, tetapi pada anugerah yang hanya sanggup diberikan oleh
Allah dan manusia hanya bisa berbagian melalui iman. Anugerah itu adalah
Kristus yang menjadi kebenaran bagi umat-Nya.
E.Penghakiman
Berdasarkan Perbuatan
Dasar
Penghakiman berdasarkan perbuatan ialah dalam Roma 2:1-6. Allah akan Menghakimi
setiap orang seturut perbuatan mereka, karena Ia tidak memandang muka (Rm.
2:6). Konteks disini ialah menekankan
tuntutan Allah atas mereka yang mencari keselamatan melalui taurat. Kita harus
menolak ide bahwa konsep iman paulus secara mendasar berlawanan dengan
retribusi berdasarkan perbuatan. Bagi paulus, pembenaran tidak terpisah dari
pengudusan, dan kematian Kristus karena dosa-dosa umatNya tidak terpisah dari
kematian mereka di dalam DIa bagi dosa-dosa ini.kontras antara iman dan
perbuatan harus dipahami sebagai kontras antara anugerah Allah di satu pihak
dan pencapaian manusia sebagai dasar pembenaran di lain pihak. Seperti
pembenaran oleh anugerah Allah tidak dapat dipisahkan dari iman, demikian juga
iman yang sama tidak dapat dipisahkan dari perbuatan, iman tidak bisa kosong
dan tanpa-perbuatan, iman hanya bisa dinyatakan melalui perbuatan. Dasar
pembenaran ilahi tidak terletak pada perbuatan manusia sebagai pahala, tetapi
hanya dalam anugerah Allah. Dan sepenuhnya juga menekankan perbuatan iman ,
dalam arti buah yang tidak bisa dipisahkan.
2.PENGUDUSAN
Pengudusan
dan kesempurnaan merupakan 2 hal yang berbeda. Proses kekudusan bersangkut paut
dengan sikap pikiran manusia yang dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan
baik. Didalam kekudusan Yesus
mengharapkan sifat-sifat seperti: kelemahlembutan,kerendahana hati,kemurahan
dan kesucian (mat 5:5-8) , semangat mengampuni,kasih kepada musuh (mat 18:21) .Yesus
menuntut suatu hal yang radikal namun ini merupakan cita-cita bukanlah suatu
tuntutan yang harus dilakukan segera. Istilah
ini menuju kepada arah hidup suci, dalam II Tesalonika 2:13 Paulus mengingatkan
kepada pendengarnya bahwa “Allah dari mulanya telah memilih (mereka) untuk
diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu”. Ungkapan ini mengacu kepada roh
manusia, sebab tidak ada petunjuk dalam arti itu. Kata “menguduskan” adalah
salah satu fungsi Roh yang utama (bnd I Kor. 6:11). Bentuk ini adalah kata
kerja yang pasif, dengan Roh yang sebagai pelaku (Dia yang menguduskan).
Pengudusan itu dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang sudah selesai (aoris).
Dalam Roma 15:16 mengatakan bahwa bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima
oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya yang “disucikan” oleh
“Roh Kudus”. Arti “disucikan” berkaita erat dengan “berkenan”. Jadi ukuran
pengudusan ialah kesuian yang berkenan kepada allah, yakni kesucian yang cocok
dengan sifat Roh itu sendiri yang menjadikan kita suci ketika kita sudah
diperkenankan oleh Roh Kudus. Dari sudut pandang
Theosentris bahwa pengudusan itu dilakukan oleh Allah sepenuhnya. Terdapat juga
perbedaan antara hidup lama dengan hidup baru. Perbedaan ini tidak berdasarkan
kepada ketaatan,pelayanan ataupun menjadi hamba Allah, tetapi terletak pada
natur kebebasan dan arah baru dari penghambaan dan ini adalah sifat theosentris
dari ketaatan baru. Orang percaya yang masuk dalam pengudusan harus
meninggalkan kehidupannya yang lama dan siap untuk menerima tindakan dan proses
yang akan menguduskan orang percaya. Dan penentu Theosentris ini dalam ketaatan
baru adalah aspek antropologis. Hanya dalam keterarahan kepada Allah,
kemanusiaan sejati dapat bertumbuh. Manusia merdeka saat ia takluk kepada Allah
, dan paulus tidak memberi tempat bagi kemerdekaan di luar perhambaan ini. Sudut
pandang theosentris menjadi titik berangkat penting bagi ketaatan baru paulus. Dalam
Roma 6:12 ini merupakan dasar konsep kekudusan (hagios). Dalam perjanjian lama
kata ini dipakai dalam kaitannya dengan kultus. Kristus dapat disebut sebagai
hikmat, kebenaran , pengudusan, dan penebusan kita (1 Kor 1:30), dalam konteks
ini pengudusan pertama-tama
didedikasikan kepada Allah. Pengudusan juga mencakup dedikasi yang aktif
dari jemaat kepada Allah, kekudusan moral yang sesuai dengan panggilan dan
pemilihan mereka.dalam Roma 12:1 di catat bahwa orang percaya harus
mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan
kepada Allah – itulah ibadah mu yang sejati. Yang didedikasikan dan dikuduskan
bagi Allah harus murni dan tak bercacat. Jadi kudus itu artinya, tidak
bercacat, tidak bercela dan tidak tercemar (Kol. 1:22). Hagiasmos sering
merujuk kepada pengudusan aktif oleh roh kudus, dan karena itu menujukkan
kondisi kekudusan.pengudusan menjelaskan seluruh hidup baru sebagai jawaban
yang murni atas pemilihan Allah yang murah hati, sebagai dedikasi diri kepada
Allah dalam ketidakbercelaan dan sebgai persembahan yang kudus.
3.KESEMPURNAAN
Aspek
paraenesis berhubungan dengan sifat totalitarian dari ketaatan baru. Dari sifat
totalitarian di dalam relasi jemaat dengan segala sesuatu yang dikarenakan
karya penebusan Kristus, dan yang menentukan arah paraenesis. Dan seluruh
manusia tercakup dalam karya penyelamatan Allah di dalam Kristus. Kesempurnaan dalam injil sinoptik
memakai ayat dasar mat 5:48 “haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang
disorga adalah sempurna. Ini adalah ucapan Yesus sendiri yang bertujuan membawa
rencana Allah bagi manusia dalam pemenuhan akhir. Kesempurnaan dalam injil
sinoptik juga terdapat dalam kisah seorang muda kaya (mat 19:21).dimana disini
memakai kata teleios yang bearti sudah lengkap. Dalam kisah ini tertulus bahwa
seorang muda ini melakukan semua hukum taurat namun ada satu hal yang belum
terlengkapi yaitu menjual harta miliknya dan memberikannya kepada orang miskin.
Ini juga merupakan hal yang sukar untuk dilakukan, namun hal kesempuraan ini
sama dengan pengudusan yaitu merupakan cita-cita yang tidak bisa dicapai dan merupakan sasaran
yang akan dipenuhi dimasa depan. Kita diharuskan untuk
mengerti ayat-ayat yang membicarakan kesempurnaan dan ketidakbercelaan dari
hidup yang telah dimerdekakan oleh Roh. Kesempurnaan kita terkait dengan sifat
totalitarian dari kepenuhan penebusan di dalam Kristus. Terdapat indikatif yang
muncul di ayat-ayat dimana berbagian dalam kepenuhan Kristus merupakan konsep
utama dari sempurna dan kesempurnaan (bdk.
Kor 2:6; Flp. 3:15; Kol. 1:28). Aspek ini dikaitkan dengan konsep
kedewasaan hidup Kristen sebagai pertumbuhan penuh dari keselamatan yang
diberikan dalam Kristus baik dalam sifat temporal dan sementara( 1Kor. 14:20;
Ef. 4:12) maupun dalam sifat definitive dan kekal ( Kor. 13:10; Flp 3:15). Arti
sempurna ialah kedewasaan yang utuh, tingkat pertumbuhan yang penuh, tidak
anak-anak. Dalam Filipi 3:9`-15, Paulus membicarakan kesempurnaan dlam
pengertian yang lebih inklusif. Yang dibahas disini bukan sekadar kesempurnaan
moral, tetapi kesempurnaan yang sesuai dengan keselamatan penuh di dalam
Kristus, yang artinya tidak kurang dari turut dimuliakan bersama-Nya (ay. 11).
Konsep kedewasaan dan kematangan menunjukkan bahwa hidup baru mengenal
pertumbuhan yang menuju pada kesempurnaan dan hal ini juga merupakan aspek
moral. Paulus sendiri mendesak jemaat untuk menyempurnakan kekudusan dalam
takut akan Allah (2 Kor. 7), dan ia dapat membuat ketidak berelaan menjadi
tujuan kudus dari mereka yang dimerdekakan dalam Kristus ( Ef. 5:27; Flp 1:10).
Dalam cara pandang Paulus, ia melihat bahwa kehiduan Kristen bukan pencobaan
daging yang masih tinggal, tetapi kuasa Roh Kudus yang mnaklukkan segala
dosa.paulus menyebut hidup Kristen sebagai posse
non peccare bukan non peccare dan bukan juga non posse peccare. Iman kepada kuasa dan
kesetiaan Allah (1 Tes. 5:24), bukan pencapaian moral jemaat, yang membuat
jemaat tetap tidak bercacat dan tidak bercela, sebagai mandate dan tujuan akhir
di tengah-tengah segala pencobaan dan ketidaksempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar