Minggu, 23 Februari 2020

PEMBENARAN, PENGUDUSAN DAN KESEMPURNAAN

PEMBENARAN, PENGUDUSAN DAN KESEMPURNAAN

Tema Pembenaran dalam teologi Paulus ini dikembangkan terutama dalam surat roma dan Galatia. Kata yunani “dikaioun” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan membenarkan. Kata “membenarkan” mempunyai tujuh arti:
a.       Meluruskan; melancangkan
b.      Membetulkan; memperbaiki
c.       Mengatakan (menyatakan, menganggap) benar (tidak salah, sah dsb.)
d.      Mengiakan; mennyuguhkan; mengakui
e.       Menyetujui; menganggap (menerima) baik
f.       Mengijinkan; meluruskan
g.      Memperbenar, mengatakan yang sesungguhnya.
Yang paling tepat disini ialah dengan arti yang ketiga : menyatakan benar. Dalam konsep yahudi “membenarkan” dihubungkan dengan tindakan manusia. Karena kata “membenarkan” adalah sebuah istilah dari dunia pengadilan: yang dinyatakan benar orang tingkah laku yang baik.

1.PEMBENARAN
A.Karakter Eskatologis dari Pembenaran
Pembenaran oleh iman tidak bisa dipisahkan dari eskatologis-Kristologis. Karena ketika pembenaran di geser kebelakang maka akan terdapat penekanan apa yang kelak dikenal sebagai arus utama etis-mistis. Dalam Roma 3:21, “tetapi sekarang”, berbicara tentang waktu keselamatan yang dimulai oleh kedatangan Kristus. Yang paling menonjol disini ialah “penyataan Kebenaran Allah”. Yang ditekankan disini ialah apa yang telah Allah tetapkan bagikegenapan waktu. Dan ini juga berarti bahwa Allah telah menyatakan diri sebagai Dia yang benar , atau menyatakan diri dalam kebenaran-Nya. Tetapi juga mempunyai pengertian bahwa “kebenaran” disini merupakan kualitas manusia, bukan ilahi dan kebenaran “Allah” menjelaskan bahwa kebenaran itu akan memampukan manusia berdiri dihadapan Allah (Rm. 2:13) dan bebas dari penghakiman. Dalam yudaisme, konsep keadilan terkait dengan keputusan dalam penghakiman ilahi. Dan dalam konsep yudaisme juga esensi pembenaran ilahi baru akan terjadi di masa depan, yaitu dalam penghakiman sorgawi, dan seluruh kehidupan merupakan persiapan bagi masa depan. Dan bagi Paulus, kebenaran ini telah direalisasikan di dalam Kristus. Kebenaran itu telah digenapi dan berada dalam kepastian iman  dan kepastian dari keselamatan.
B. Kebenaran Allah Di Dalam Kristus
Pembenaran yang dilakukan oleh Allah di dasari oleh kematian Kristus (Rm. 3:21-31).  Dimana Allah telah menentukan Kristus sebagai pendamai dan ini menunjukkan keadalian Allah dalam kematian Kristus. Penghakiman ilahi dan dosa dunia telah di timpakan kepada Kristus,. Ini menunjukkan bahwa di dalam Kristus, Allah menyatakan diri-Nya benar di hadapan dunia, dan supaya mereka yang percaya kepada Yesus dapat berdiri di dalam penghakiman Allah. Dalam Roma 5:18-19 juga memberikan kontribusi mengenai tindakan kebenaran Kristus yang memimpin kepada pembenaran dan membandingkannya dengan satu dosa adam yang memimpin kepada penghukuman(ini adalah antitype). Dan disini dapat dilihat bahwa kematian Karena kerelaan dan ketaatan Kristus.
C.Kebenaran melalui Iman, Tanpa Hukum Taurat
Konsep pembenaran pada yahudi sangat berbeda dengan konsep yang diajarkan Paulus. Paulus mengajarkan bahwa kebenaran itu datang melalui iman. Iman sebagai syarat, sebagai alat atau cara untuk membenarkan kita orang yang berdosa supaya dinyatakan benar oleh Kematian Kristus. Dimana Allah melihat Kristus sebagai penanggung dosa, dan bukan orang percaya lagi. Pada konsep yahudi, mereka sangat berpusat kepada Kebenaran oleh Hukum Taurat. Ketika mereka memberikan suatu ketaatan kepada Hukum Taurat, maka mereka akan mengira bahwa mereka akan diselamatkan, mereka akan beroleh hak istimewa karena mereka memiliki Hukum taurat sebagai sarana kebenaran dan hidup kekal. Bagi orang yahudi, kebenaran itu datang melalui Hukum Taurat. Karena bagi orang yahudi Hukum Taurat itu merupakan “substansi kehidupan” yang sejati. Taurat menjadi posisi mereka dihadapan Allah. Jika mereka taat kepada Taurat, maka mereka akan berada dalam kehendak Bapa, tetapi jika mereka melanggar , maka mereka akan di dalam api kekal. Jadi, pembenaran orang yahudi tergantung kepada apa yang dapat manusia lakukan, bukan kepada apa yang telah Allah lakukan melalui Anak-Nya. Dalam konsep Paulus, kebenaran oleh iman itu adalah  kebenaran yang secara Cuma-cuma diberikan Allah kepada manusia. Iman disini berperan sebagai sarana atau penengah untuk menunjuk kepada objek iman yang menjadi dasar pembenaran.hukum iman berlawanan dengan hukum perbuatan karena hukum iman mewakili prinsip dan tatanan yang tidak memberi tempat pada kemegahan manusia (Rm. 3:27).  
D.Pembenaran Orang Durhaka
Dasar dari doktrim pembenaran orang durhaka ini terdapat  dalam Roma 4:5, yaitu tentang pembenaran orang durhaka dan tentang iman yang diperhitungkan sebagai kebenaran. Pembenaran orang durhaka berkenaan dengan manusia sebagai orang berdosa dan bukan dengan  perubahan batin yang ia jalani setelah bertobat. Pembenaran orang durhaka adalah pembenaran “di dalam Kristus”, tidak hanya didasarkan pada kematian-Nya, tetapi juga dikarenakan inklusi korporat umat Kristus di dalam Dia. Dalam kasus Abraham pada kejadian 15:6, “iman Abraham diperhitungkan sebagai kebenaran”. Jika iman diperhitungkan sebagai kebenaran , maka kebenaran tidak bisa di dasarkan pada apa yang telah atau manusia lakukan, tetapi pada anugerah yang hanya sanggup diberikan oleh Allah dan manusia hanya bisa berbagian melalui iman. Anugerah itu adalah Kristus yang menjadi kebenaran bagi umat-Nya.
E.Penghakiman Berdasarkan Perbuatan
Dasar Penghakiman berdasarkan perbuatan ialah dalam Roma 2:1-6. Allah akan Menghakimi setiap orang seturut perbuatan mereka, karena Ia tidak memandang muka (Rm. 2:6). Konteks disini ialah  menekankan tuntutan Allah atas mereka yang mencari keselamatan melalui taurat. Kita harus menolak ide bahwa konsep iman paulus secara mendasar berlawanan dengan retribusi berdasarkan perbuatan. Bagi paulus, pembenaran tidak terpisah dari pengudusan, dan kematian Kristus karena dosa-dosa umatNya tidak terpisah dari kematian mereka di dalam DIa bagi dosa-dosa ini.kontras antara iman dan perbuatan harus dipahami sebagai kontras antara anugerah Allah di satu pihak dan pencapaian manusia sebagai dasar pembenaran di lain pihak. Seperti pembenaran oleh anugerah Allah tidak dapat dipisahkan dari iman, demikian juga iman yang sama tidak dapat dipisahkan dari perbuatan, iman tidak bisa kosong dan tanpa-perbuatan, iman hanya bisa dinyatakan melalui perbuatan. Dasar pembenaran ilahi tidak terletak pada perbuatan manusia sebagai pahala, tetapi hanya dalam anugerah Allah. Dan sepenuhnya juga menekankan perbuatan iman , dalam arti buah yang tidak bisa dipisahkan.

2.PENGUDUSAN
Pengudusan dan kesempurnaan merupakan 2 hal yang berbeda. Proses kekudusan bersangkut paut dengan sikap pikiran manusia yang dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik.  Didalam kekudusan Yesus mengharapkan sifat-sifat seperti: kelemahlembutan,kerendahana hati,kemurahan dan kesucian (mat 5:5-8) , semangat mengampuni,kasih kepada musuh (mat 18:21) .Yesus menuntut suatu hal yang radikal namun ini merupakan cita-cita bukanlah suatu tuntutan yang harus dilakukan segera. Istilah ini menuju kepada arah hidup suci, dalam II Tesalonika 2:13 Paulus mengingatkan kepada pendengarnya bahwa “Allah dari mulanya telah memilih (mereka) untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu”. Ungkapan ini mengacu kepada roh manusia, sebab tidak ada petunjuk dalam arti itu. Kata “menguduskan” adalah salah satu fungsi Roh yang utama (bnd I Kor. 6:11). Bentuk ini adalah kata kerja yang pasif, dengan Roh yang sebagai pelaku (Dia yang menguduskan). Pengudusan itu dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang sudah selesai (aoris). Dalam Roma 15:16 mengatakan bahwa bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya yang “disucikan” oleh “Roh Kudus”. Arti “disucikan” berkaita erat dengan “berkenan”. Jadi ukuran pengudusan ialah kesuian yang berkenan kepada allah, yakni kesucian yang cocok dengan sifat Roh itu sendiri yang menjadikan kita suci ketika kita sudah diperkenankan oleh Roh Kudus. Dari sudut pandang Theosentris bahwa pengudusan itu dilakukan oleh Allah sepenuhnya. Terdapat juga perbedaan antara hidup lama dengan hidup baru. Perbedaan ini tidak berdasarkan kepada ketaatan,pelayanan ataupun menjadi hamba Allah, tetapi terletak pada natur kebebasan dan arah baru dari penghambaan dan ini adalah sifat theosentris dari ketaatan baru. Orang percaya yang masuk dalam pengudusan harus meninggalkan kehidupannya yang lama dan siap untuk menerima tindakan dan proses yang akan menguduskan orang percaya. Dan penentu Theosentris ini dalam ketaatan baru adalah aspek antropologis. Hanya dalam keterarahan kepada Allah, kemanusiaan sejati dapat bertumbuh. Manusia merdeka saat ia takluk kepada Allah , dan paulus tidak memberi tempat bagi kemerdekaan di luar perhambaan ini. Sudut pandang theosentris menjadi titik berangkat penting bagi ketaatan baru paulus. Dalam Roma 6:12 ini merupakan dasar konsep kekudusan (hagios). Dalam perjanjian lama kata ini dipakai dalam kaitannya dengan kultus. Kristus dapat disebut sebagai hikmat, kebenaran , pengudusan, dan penebusan kita (1 Kor 1:30), dalam konteks ini pengudusan pertama-tama  didedikasikan kepada Allah. Pengudusan juga mencakup dedikasi yang aktif dari jemaat kepada Allah, kekudusan moral yang sesuai dengan panggilan dan pemilihan mereka.dalam Roma 12:1 di catat bahwa orang percaya harus mempersembahkan tubuh mereka sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah – itulah ibadah mu yang sejati. Yang didedikasikan dan dikuduskan bagi Allah harus murni dan tak bercacat. Jadi kudus itu artinya, tidak bercacat, tidak bercela dan tidak tercemar (Kol. 1:22). Hagiasmos sering merujuk kepada pengudusan aktif oleh roh kudus, dan karena itu menujukkan kondisi kekudusan.pengudusan menjelaskan seluruh hidup baru sebagai jawaban yang murni atas pemilihan Allah yang murah hati, sebagai dedikasi diri kepada Allah dalam ketidakbercelaan dan sebgai persembahan yang kudus.

3.KESEMPURNAAN

Aspek paraenesis berhubungan dengan sifat totalitarian dari ketaatan baru. Dari sifat totalitarian di dalam relasi jemaat dengan segala sesuatu yang dikarenakan karya penebusan Kristus, dan yang menentukan arah paraenesis. Dan seluruh manusia tercakup dalam karya penyelamatan Allah di dalam Kristus. Kesempurnaan dalam injil sinoptik memakai ayat dasar mat 5:48 “haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang disorga adalah sempurna. Ini adalah ucapan Yesus sendiri yang bertujuan membawa rencana Allah bagi manusia dalam pemenuhan akhir. Kesempurnaan dalam injil sinoptik juga terdapat dalam kisah seorang muda kaya (mat 19:21).dimana disini memakai kata teleios yang bearti sudah lengkap. Dalam kisah ini tertulus bahwa seorang muda ini melakukan semua hukum taurat namun ada satu hal yang belum terlengkapi yaitu menjual harta miliknya dan memberikannya kepada orang miskin. Ini juga merupakan hal yang sukar untuk dilakukan, namun hal kesempuraan ini sama dengan pengudusan yaitu merupakan cita-cita  yang tidak bisa dicapai dan merupakan sasaran yang akan dipenuhi dimasa depan. Kita diharuskan untuk mengerti ayat-ayat yang membicarakan kesempurnaan dan ketidakbercelaan dari hidup yang telah dimerdekakan oleh Roh. Kesempurnaan kita terkait dengan sifat totalitarian dari kepenuhan penebusan di dalam Kristus. Terdapat indikatif yang muncul di ayat-ayat dimana berbagian dalam kepenuhan Kristus merupakan konsep utama dari sempurna dan kesempurnaan (bdk.  Kor 2:6; Flp. 3:15; Kol. 1:28). Aspek ini dikaitkan dengan konsep kedewasaan hidup Kristen sebagai pertumbuhan penuh dari keselamatan yang diberikan dalam Kristus baik dalam sifat temporal dan sementara( 1Kor. 14:20; Ef. 4:12) maupun dalam sifat definitive dan kekal ( Kor. 13:10; Flp 3:15). Arti sempurna ialah kedewasaan yang utuh, tingkat pertumbuhan yang penuh, tidak anak-anak. Dalam Filipi 3:9`-15, Paulus membicarakan kesempurnaan dlam pengertian yang lebih inklusif. Yang dibahas disini bukan sekadar kesempurnaan moral, tetapi kesempurnaan yang sesuai dengan keselamatan penuh di dalam Kristus, yang artinya tidak kurang dari turut dimuliakan bersama-Nya (ay. 11). Konsep kedewasaan dan kematangan menunjukkan bahwa hidup baru mengenal pertumbuhan yang menuju pada kesempurnaan dan hal ini juga merupakan aspek moral. Paulus sendiri mendesak jemaat untuk menyempurnakan kekudusan dalam takut akan Allah (2 Kor. 7), dan ia dapat membuat ketidak berelaan menjadi tujuan kudus dari mereka yang dimerdekakan dalam Kristus ( Ef. 5:27; Flp 1:10). Dalam cara pandang Paulus, ia melihat bahwa kehiduan Kristen bukan pencobaan daging yang masih tinggal, tetapi kuasa Roh Kudus yang mnaklukkan segala dosa.paulus menyebut hidup Kristen sebagai posse non peccare bukan  non peccare dan bukan juga non posse peccare. Iman kepada kuasa dan kesetiaan Allah (1 Tes. 5:24), bukan pencapaian moral jemaat, yang membuat jemaat tetap tidak bercacat dan tidak bercela, sebagai mandate dan tujuan akhir di tengah-tengah segala pencobaan dan ketidaksempurnaan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar